Aku ingat ketika di ranu kumbolo, ada sebuah rumah kayu. Di
bukit sekitar ranu kumbolo. Aku, alit dan eros ngobrol dengan seorang pendeta
hindu. Sudah cukup tua umurnya. Pakaiannya serba putih, rambutnya panjang
sampai kaki, ia sempat membuka semacam surban penutup kepalanya yang berwarna
putih. Kami ngobrol bermacam-macam hal, tepatnya beliau yang memberi kami
berbagai macam petuah. Banyak nasehat dalam hidup beliau sampaikan. Selain itu aktivitas
eyang ini, kusebut eyang saja ya, berada di pulau bali. Ia menjadi pendeta
dalam setiap acara keagamaan yang diselenggarakan di bali. Ia mempercayai
keyakinan hindu sebagai jalan hidupnya. Yang kufikir adalah nilai nilai
kebaikan juga dalam hidup. Sementara ia juga menghormati keyakinanku sebagai
seorang muslim. Ia tidak menjelekkan atau bahkan mencela islam, ia mengakui
islam juga mengajarkan kebaikan. Ia menghormati keyakinanku.
Rumah kayu itu terletak pas bila kita sebelum naik di
tanjakan cinta. Rumah kayu itu berada. Tidak ada sekat ruangan. Hanya ada alas
dari semen setinggi kurang lebih ¾ meter. Ditengah ruang kami membuat api
unggun, tepatnyasih si bapak tadi bersama pelayannya yang membuat api
unggun.hangat terasa ruangan itu. Kukatakan ‘pelayan’, karena
memang ketika pa pendeta tadi ingin makan, seorang bapak, yang kutemui tadi
ketika memancing diranu kumbolo, yang aku meminjam pancingannya, dan aku
mendapat seekor ikan disana, memberinya sepiring nasi. Bapak pelayan ini bersama
anaknya, namanya Buwane katanya. Buwane pemalu, ia diam saja ketika kami
ngobrol dirumah kayu bersama pa pendeta.
Sesekali anjing pa pendeta masuk kerumah kayu itu. Anjing
itu kelihatannya nurut sama pa pendeta.
Selain kami –aku, alit,eros, buwane dan ayahnya, pa
pendeta, diruangan itu juga ada seorang wanita sedang makan ikan, ia tidak ikut
mendaki ke puncak semeru, ia sudah lelah katanya. Ia menunggu saja teman-teman
satu timnya yang sedang menuju Mahameru. Ia menawari ikannya kepadaku, ku
terima saja ikan itu, katanya ikan itu ia dapat dari ranu kumbolo. Ia dari
Surabaya, kalo tidak salah. Aku tidak banyak bertanya kepadanya. Enak juga ikan
itu, ia mancing juga sepertinya diranu kumbolo itu.
Agah teman satu timku mengatakan kepadaku, ‘kalo bisa dapet
ikan diranu kumbolo, ngga bakal susah hidup, tinggal mancing ikan aja disini’,
kata agah kepadaku. Agah dari bogor katanya. Aku seneng sekali bisa mancing di
ranu kumbolo itu. Danau (ranu) kumbolo yang kubaca di lilteratur memiliki luas
kurang lebih 14 hektar, danau ini terletak diketinggian kurang lebih 2500an
meter diatas permukaan laut. Airnya jernih, bersih, para pendaki biasa
memanfaatkan air diranu kumbolo ini untuk berbagai keperluan.
Memasak.minum.mandi,dsb. Mari kita jaga kebersihan ranu kumbolo. Buang bungkus
sampo jangan di ranunya ya.
Ketika aku dapat ikan tadi, di ranu kumbolo, kuberikan
saja pada ayahnya Buwane. Buat bapak saja kataku. Aku kan tidak bawa alat masak
apa-apa. Kalaupun makan aku dikasih sama teman satu teamku;
sony,fajar,bayu,alit,eros,kena,yanti,oyo,agah, mereka baik. Ikan itu
dimasukan kedalam tempat ikan yang ayahnya Buwane bawa. Eh aku malah
dapet makan ikan dari seorang pendaki dirumah kayu itu. Kata nya ikan itu dari
ranu kumbolo. Aku saja makan ikan itu, alit dan eros tidak mau makan ikan yang
ditawari pendaki wanita itu.
Pa pendeta itu cukup besar juga perawakannya. Bila aku
berdiri disampingnya sepertinya ia lebih tinggi dariku. Aku 174cm. aku lupa
bila harus menulis ulang apa yang sudah beliau sampaikan kepada kami, aku,alit dan
eros. Pokoknya ia menyampaikan yang baik-baik aja dalam hidup,
nasehat-nasehat yang baik, berguna. Sesekali kuajak Buwane bicara, tapi ia diam
saja. Kata pa pendeta Buwane harus banyak belajar bicara, biar tidak malu nanti
disekolah.entah ia mau sekolah ngga ya. Mungkin ia sekarang sudah masuk
sekolah. Aku sering lupa apa saja yang disampaikan orang kepadaku saking
banyaknya obrolan, nasehat yang aku terima. Jadi kukatakan saja yang ‘baik-baik
aja pokoknyalah dalam hidup’, untuk merangkum semua nasehat, obrolan kami
bersamanya. Seperti ketika aku ditanya teman di masjid alhurriyyah; ‘ibu
nasehatin apa aja ted?’. Lupa. Aku lupa.saking banyaknya apa yang ibuku
nasehatin aku ditelepon tadi. Rupanya temen di masjid alhurriyyah ini melihatku
sedang teleponan sama ibuku.
Ketika di rumah kayu itu juga, yang kuingat, ayahnya Buwane
tak banyak bicara, malah mungkin tak bicara sama sekali. Aku saja yang banyak
bicara dengan pa pendeta, eros dan alit.