Selasa, 23 September 2025
NOVEL "PERJUANGAN IKAN-IKAN"
Jumat, 15 Agustus 2025
In Memoriam Almarhum Ustad Drs H.E. Syamsudin
Catatan, 27 Oktober 2018
Ustadz Syam… Pak Syam.
Pagi itu, saya menyempatkan diri berkunjung ke rumah beliau di kampus IPB Darmaga. Alhamdulillah, saya bisa kembali bersua. Pak Syam—begitu kami biasa memanggilnya—adalah sosok “bapak” bagi para marboth Masjid Al-Hurriyyah. Rasanya selalu ada kebahagiaan setiap kali bertemu beliau. Wajahnya teduh, tutur katanya ringan, dan senyumnya penuh kehangatan.
Sudah dua tahun beliau pensiun dari dosen IPB. Saya datang dengan membawa oleh-oleh seadanya—ah, tak seberapa memang—namun beliau menerimanya dengan gembira. Katanya, beliau memang menyukai risol. Ada rasa haru yang sulit saya ungkapkan: betapa beliau bukan hanya guru, melainkan penuntun jiwa kami. Selalu ada canda, tapi tidak pernah berlebihan; selalu ada nasihat, namun dibungkus dengan kehangatan khas orang Sunda.
Saya teringat masa-masa ketika saya, dan juga para marboth lainnya, kerap merepotkan beliau dengan segudang persoalan. Entah tentang mahasiswa, kegiatan masjid, atau sekadar keluh kesah pribadi. Namun Ustadz Syam selalu menerima dengan lapang dada. Duduk bersama beliau serasa duduk di pangkuan seorang ayah: nyaman, aman, penuh ketulusan.
Beliau membimbing kami dalam kajian pekanan, liqo’, hingga beragam acara di Masjid Al-Hurriyyah. Kehadirannya menjadi cahaya yang menuntun langkah kami. Sejak wafatnya Ustadz Umung Anwar Sanusi di Banjar, saya merasa kehilangan seorang guru. Namun dalam sosok Ustadz Syam, saya kembali menemukannya.
Semoga Allah senantiasa menjaga dan memberkahi beliau…
Aamiin.
Catatan, 13 Agustus 2025
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Allaahummaghfirlahu, warhamhu, wa ‘afihi, wa’fu ‘anhu…
Pagi ini, selepas Subuh di Masjid Al-Ukhuwah Puri Cempaka Serang, kabar duka itu datang menghantam. Saya baru saja membuka ponsel dan membaca bahwa Ustadz Syam wafat pada Selasa malam, pukul 22.15 WIB, 12 Agustus 2025. Betapa lambat saya mengetahuinya. Hati saya terasa kosong, seakan sebagian cahaya dalam hidup padam bersama kepergian beliau.
Ustadz Syam bukan sekadar guru; beliau adalah bapak bagi kami, para marboth Masjid Al-Hurriyyah IPB. Ingatan saya segera melayang pada kajian tafsir yang beliau isi di aula masjid, saat saya masih menjadi penghuni asrama marboth. Beliau membimbing dengan penuh kesabaran, menuntun kami untuk memahami ayat-ayat Allah dengan hati yang jernih.
Senyum beliau khas: tulus, hangat, dan selalu disertai gurauan ringan yang penuh makna. Saya masih ingat kisah beliau kehilangan hafalan surat Al-Fatihah karena kepalanya terbentur pintu angkot. Namun, dengan izin Allah, hafalan itu pulih kembali. Dari cerita yang sederhana, beliau selalu berhasil menyelipkan hikmah.
Pertemuan terakhir kami terjadi di penghujung tahun 2024. Saat itu saya sedang berkunjung ke rumah mertua di Ciherang, tak jauh dari kediaman beliau di kompleks Masjid Al-Hurriyyah. Waktu itu, seperti biasa, beliau menyapa dengan hangat dan menanyakan kabar keluarga. Bahkan anak-anakku, Hassan dan Ridho, tak luput dari perhatian beliau. Maryam, yang lahir kemudian, pun sempat beliau jumpai.
Ada begitu banyak kenangan bersama beliau—kisah tentang mobil pertamanya yang diberikan oleh seorang murid, tentang nasihat-nasihatnya, bahkan tentang canda kecil yang tak lekang dari ingatan. Suatu kali, saya pernah bertanya:
“Ustadz, dalam Al-Qur’an disebutkan Allah memberi kebaikan yang banyak kepada orang yang bijak. Bagaimana sebenarnya orang bijak itu menurut Allah?”
Beliau menjawab panjang lebar, namun intinya sederhana: orang bijak adalah mereka yang menyesuaikan segala sesuatunya dengan Al-Qur’an. Jawaban itu, sampai kini, masih terpatri di hati saya.
Jejak dalam Kenangan Murid-Muridnya
Rekan-rekan marboth pun banyak menyimpan kenangan serupa.
-
Nur Fauzan masih mengingat pesan beliau saat lulus tahun 2007: “Dimanapun berada, jangan tinggalkan dakwah tarbiyah.”
-
Sobri mengenang saat-saat sederhana duduk di tangga, berbincang santai sambil memijat beliau.
-
Ady Suhendra berkata singkat, “Kebaikan-kebaikan beliau tak terkatakan.”
-
Purwanto menuturkan, “Pasukan marboth paling cepat bergerak kalau sudah dipanggil ke rumah beliau.”
-
Jumadi masih tersenyum mengingat momen makan bersama kiriman kepala sapi, dengan almarhum bercanda ringan di pelataran masjid.
-
Dadan menegaskan, “Kita semua bersaksi bahwa beliau orang baik. Semoga Allah masukkan beliau ke dalam golongan orang-orang yang dirindukan surga-Nya.”
Begitulah, setiap murid menyimpan serpihan cahaya dari sosok Ustadz Syam.
Sebuah Perpisahan
Bagi kami, Ustadz Syam bukan hanya seorang ustadz, tetapi ayah, penuntun, sahabat, dan teladan. Banyak hal yang kami pelajari dari beliau: dari hal besar seperti tafsir Al-Qur’an hingga cerita sederhana penuh gurau.
Kini beliau telah berpulang, kembali ke sisi Allah. Kami merasa kehilangan, namun kami yakin beliau telah memperoleh tempat mulia di sisi-Nya.
Selamat jalan, Ustadz Syam. Semoga Allah menempatkanmu di surga yang luas, di antara para syuhada dan shalihin. Semoga engkau tersenyum dalam balutan rahmat Allah, sebagaimana engkau selalu tersenyum kepada kami semasa hidup.
Fataqabbal minna… Rabbighfir lanaa…
www.tedigumelaran.blogspot.com
Jumat, 01 Agustus 2025
RINDU RUMAH
Sudah hampir seminggu aku tak pulang. Rindu itu mengendap di dada, menggumpal tiap kali pandanganku jatuh pada kunci rumah yang kusimpan di saku jaket. Kunci kecil itu, sepotong logam yang mengantarku pada dunia yang paling nyaman: rumah.
Rumah kecil, tapi lapang di hati. Di dalamnya ada tawa istri, ada riang anak, ada kehangatan yang tak tertandingi oleh tempat mana pun di dunia ini. Pernah dulu aku bermimpi menjelajah, menjejakkan kaki di tanah-tanah asing, menghirup udara dari negeri yang jauh. Aku ingin mendaki gunung-gunung tinggi, melihat matahari terbit dari puncaknya. Aku ingin melangkah di lorong-lorong bersejarah, menapaki jejak para leluhur. Aku ingin menyeberangi laut, bertemu orang-orang dari negeri seberang.
Tapi baru sampai Bandung saja, hatiku sudah berat. Kunci rumah ini seakan berbisik, memanggil-manggilku pulang.
Ah, rumah. Ada kebahagiaan yang tak bisa kutemukan di luar sana. Di luar rumah, aku bertemu kesusahan. Di warung, di jalanan, di tengah hiruk-pikuk dunia. Lalu, saat aku kembali, aku membawa secuil kisah dari luar, membagikannya kepada istri dan anak. Dan sebaliknya, segala lelah dan duka yang melekat di tubuhku, kularutkan dalam kehangatan rumah. Seolah-olah rumah adalah tempat penyucian, tempat segala beban luruh menjadi kelegaan.
Rumahku sederhana, didominasi warna putih. Dinding-dindingnya putih, pintu-pintunya putih, jendelanya pun putih. Aku ingin hati ini pun seputih itu, sebersih itu. Tapi noda tetap saja ada, bercak-bercak samar yang sulit dihapus. Namun bukankah putih masih tetap dominan? Maka biarlah, kelak akan kuperbarui lagi, akan kupoles lagi, hingga rumah ini tetap bercahaya, seperti hatiku yang selalu ingin kembali kepada kebaikan.
Saat ini, aku hanya bisa menitipkan rumah itu kepada Tuhan. Menitipkan kehangatannya, kebahagiaan di dalamnya, serta orang-orang yang kucintai. Sementara aku jauh, sementara kunci ini masih erat dalam genggamanku. Semoga tak jatuh, semoga tak hilang. Sebab kehilangan kunci berarti kehilangan jalan menuju rumah. Kehilangan cara untuk kembali ke tempat di mana aku merasa paling utuh.
Aku ingin pulang. Ingin kembali merasakan damainya duduk di ruang tamu, mendengar canda istri dan tawa anak, merasakan bahwa di sinilah segala pencarian berakhir. Bahwa sejauh apa pun kaki melangkah, rumah selalu menjadi tempat yang paling ingin kudatangi lagi.
Mungkin ini hikmahnya. Mungkin aku tak perlu bermimpi terlalu jauh. Dunia ini luas, tapi rumah pun sudah seluas dunia. Segala keindahan sudah ada di dalamnya. Kesusahan telah dibuang ke luar, yang tersisa hanyalah kasih sayang dan kegembiraan.
Ya Tuhan, izinkan aku segera pulang.
Karena rumah adalah tempat yang paling ingin kutuju, selalu.
Senin, 21 Juli 2025
“Akankah Solo Hiking Pulosari?”. Jurnal Perjalanan Ke Gunung Pulosari Via Cihunjuran with Banten Adventure Club (BAC). 19 Juli 2025.
Hal yang mendasar dari naik Gunung Pulosari kemarin adalah kesenangan. Aku udah mendasari adanya kesenangan
atau hobi naik gunung ini. Hobi yang akan hilang dengan sendirinya. Tetap
bersujud kepada Al Kabir. Yang Maha Besar. Indah ciptaan-Mu Tuhan. Tiada daya
dan upaya selain dengan pertolongan Allah, tetap. Alhamdulillah, ketika naik
menuju puncak, Alhamdulillah ala kulli haal, ketika turun gunung itu. Tapi tetap didasari oleh hobi atau kesenangan.
Jadi,… ya terlaksana, naik dan turun
gunung itu. Mudah-mudahan banyak kebaikannya. Senang, keluar keringat. Olahraga
naik gunung, pengen berhenti, tapi sudah seperti candu.
Ada banyak hal yang sepertinya tidak dapat dituliskan, tidak
dapat dikatakan. Jalani saja, nikmati. Tapi memang Gunung Pulosari ini jalurnya
90% adalah kesenangan. Aku enjoy dengan Gunung Pulosari ini.. Entah karena
faktor apa?. Tapi sebelum naik Gunung
Pulosari tersebut, seperti sudah mensetting rasa, dalam pikir, bahwa ini
perjalanan kesenangan, perjalanan hobi.
Saya teringat teman naik Gunung Salak yang bercerita, pernah naik Gunung
Pulosari, dan dia cerita yang menyenangkan. Saya mengingatnya itu selalu. Dan
itu yang mendasari perjalanan kemarin dan memang enjoy perjalanan kemarin itu.
90% enjoyable. This is my first time in Mount Pulosari.
Nggak inget faktor usia. Saya mendaki bersama senior-senior
pendaki gunung; Pak Ehan, Pak Yusuf, Pa Hamim, Pak Isa, Pak Najib Hamas, Wabup
Kab. Serang Banten., Pak Syahroni, Pak
Bahri, Pak Malik, Pak Wiji dan bapak-bapak Ustadz senior lainnya. Afwan nggak
kesebut semuanya. Seingat saya, pendaki sebaya, sudah pasti tim leader Dan Oka,
Fungki, Didi, Musa, Ayip, Kang Julianto, Madan, Afzalu, Sudrajat, Ujang.
Ibu-ibu; Bu Ina, Bu Sukma,
Bu Rita, dll maaf ngga kesebut satu persatu. Peserta gen-Z dan milenial;
anak-anak Pak Malik, adik-adik dari Puri Anggrek dan lain-lain Afwan nggak
kesebut satu-satu . Peserta anak-anak; Ahsan,
putra Pak Topan panitia, dan Zihar putra Pak Romi panitia. total pendaki 61
orang tidak jauh dari yang direncanakan panitia. Mendaki bersama seperti ini
mengasyikkan. Manajemen pendakian berjalan lancar. Tentu tetap banyak masukan
bagi panitia.
Nggak ada olahraga selain hiking ini, bagi saya, yang menguras
keringat, plusnya adalah pemandangan
alam yang menyegarkan mata batin dan kasat mata. Hiking, naik dan turun
menguras keringat. Segar ke badan, sehat, mudah-mudahan seperti Pak Ehan, yang
sepertinya paling senior masih hobi naik gunung.
Saya merasa letih yang sangat, ketika turun dari Pos 3 ke pos 2, lalu pos 1, lalu Basecamp Cihunjurun kemarin itu, kok seperti nggak
sampai-sampai. Berkali-kali aku Istighfar dalam hati dan zikir-zikir lain yang kuingat. Rekan lain
bercanda-bercanda, aku tersenyum aja. Kadang tertawa. Mungkin menghibur dan
berusaha melupakan kelelahan. Sedikit membantu. yang kurasakan kelelahan tetap
ada, air minum menipis, bahkan habis di daypack. Tapi begitu Dan Oka putar
MP3, “Gaza Gaza Gaza Palestina merdeka”, hampir netes air mata, kutahan. Entah
berapa persennya kelelahan ini dibanding mereka di Gaza. Ya Tuhan.. tolong
mereka, ampuni kami. Hampir menyerah,
aku, doa aja yang bisa dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Ahsan, anak kelas 2 SD bergantian aku senteri lampu dengan Zihar, dia bawa headlamp. Kang Julianto yang akhirnya membawa mereka turun sampai BC.
Beberapa kejadian yang membuat senyum tersungging, ketika Uda ZB,
mau meninggalkan tamu VIP kali ini, Pak Ustaz Najib. Kalau tidak salah selepas
istirahat kurang lebih jam 20.00 WIB di pos 2,5 ya. “Pak wakil dah turunkan?”
rekan yang lain komentari “itu masih di belakang. Masa mau ditinggal?”. Sejak
awal pendakian dari Basecamp Cihunjuran, Pak Wakil Bupati Kabupaten Serang, dikawal
oleh Uda ZB dan kelompok 1. Semoga Pak Najib Hamas nggak bosan nanjak bareng
BAC lagi ya pa. Mohon maaf bila masih banyak kekurangan di sana-sini dari kami
panitia. Quote yang saya ingat dari beliau
“Hidup pasti banyak tantangan, tetaplah fokus pada tujuan”. Sips. kejadian lain
yang teringat olehku dan membuat senyum tersungging adalah ketika seorang
pendaki, non BAC, duduk di belakang Pak wakil dan hampir mematahkan kursi bambu
itu di pos 1,5 kalau nggak salah. Dia bolak-balik ke sana kemari, cari tempat
buat istirahat duduk lagi. Dan dapatlah di depan Pak Wakil. Mungkin hampir 5
menit dia baru tersadar, ‘ini di hadapan saya Pak Wakil’..,.. barulah dia
samperin Pak Najib,.. ‘eh Bapak. Maaf baru ngeuh’. Salaman diikuti rekan-rekan
satu timnya. Kalau nggak salah dia kerja di Bina Marga, lalu foto-foto seperti biasa.
Iyang, teman perjalanan yang sering banyak ngobrol dengan aku. Alhamdulillah,
kalau nggak ada Iyang, mungkin aku lebih banyak ngomong sama diriku sendiri,
seperti biasa, atau banyak bicara di HT. Tapi ketika turun dari Pos 3 pun,
obrolan dengan diri tetap berkecambuk dalam kepala… pikir itu mikir ini. Kontemplasi itu, kontempsasi ini.. Halah. hehehe lupa apa yang harus ku tulis
hasil kontemplasi itu. Banyak. Hanya
saja aku harus fokus berjalan. nggak pegang kertas dan pulpen. Aku pegang
tracking pole punya Pa Hamim ternyata. Aku
merasa bersalah ke beliau kirain tracking pole yang aku pakai, milik Dan Oka,
ternyata punya beliau. Maaf ya Pak Hamin. Aku kembalikan ketika turun dari pos
yang ada toilet tertutup terpal biru, tempat aku dan Iyang ngopi, nikmatnya. Thanks
God. Aku nemu tongkat kayu di situ. Kok pas banget, kubawa tongkat itu sampai
rumah, sepertinya dari batang Pohon Trembesi, kokoh. Aku izin bawa pulang sama
orang di Basecamp Cihunjuran. “Bawa aja Pak”, katanya. Thanks..
Rekan-rekan Korsad dan kelompok 1 yang kawal Pak Wakil, luar biasa.
Sabar menemani beliau. Uda ZB, Pak Kusnadi dkk, orang-orang yang sudah teruji di alam liar sepertinya.
Aku nggak bakalan sanggup jadi Korsad. Jangan ajak-ajak saya jadi Korsad ya.. 😊 Bareng Jalan Mereka aja suatu kebanggaan bagi saya, pecinta alam
biasa. Pak Ehan bercerita, hanya bisa sampai tingkat dasar 3, belum jadi Korsad
100%. Teringat Mas Herman di Bogor pernah bercerita, “Berat kalau mau jadi
Korsad”. He told me many things. Oka juga cerita. Terus aku nyerah saja dengar cerita Mas Herman
dan Oka.
Aku seperti kepikiran ingin
kembali lagi nanjak ke Gunung Pulosari Via BC Cihunjuran ini. Aku menyebutnya,
gunung yang friendly. Sejauh ini, Aku merasa nyaman naik gunung kemarin
itu. Treknya yang bisa dilalui dengan nyaman atau entah mungkin aku mendasari
perjalanan kemarin dengan kesenangan yang sudah di set di hati dan
pikiran, dimana sebelumnya, di rumah Aku diare dan hidung meler terus. Tapi
begitu sampai BC, sembuh. Alhamdulillah… Allahu Akbar. Aku merasa perut nggak
beres lagi, setelah makan Pop Mie di basecamp jam 21.00-an bareng Iyang. Lalu
aku izin ke Oka dan Pak Yusuf mau ke toilet. Plong.
Spot-spot tertentu sebelum Puncak indah banget pemandangannya. Mungkin
pembaca harus lihat videonya. Beberapa gunung terlihat jelas, Selat Sunda,
Gunung Krakatau, Gunung Rajabasa sepertinya, Gunung Karang terlihat jelas indah
dari kejauhan, Subhanallah, Allahu Akbar, kecilnya aku, ego kesombongan yang
besar, maafkan kami Tuhan,.. sering lupa kepada-Mu.
Gunung Pulosari 1343 mdpl.
Gunung tersebut seperti welcome, menyambut kami kemarin itu. Tim panitia 12 orang, peserta 49 orang. Cuaca
cerah, tidak mendung, jalanan kering, hari sebelumnya tidak ada hujan
sepertinya. Mestakung, Semesta Mendukung. Kami enjoy banget naik via BC Cihunjuran
itu. Coach Madan membimbing peregangan
dan pemanasan di basecamp. Seru. Kalau nggak salah aku berpasangan sama Pak
Mulyadi atau Pak Nasrul ya? ketika peregangan pemanasan itu. Kocak juga Coach Madan membimbing acara
tersebut. Tim pendakian dibagi menjadi 6 Kelompok. Walau fleksibel ketika sudah
berjalan. Enjoy saja. Kalau nggak salah,
dari info di HT yang ku pegang, jam 12 kurang sudah ada yang berhasil summit. Sepertinya
milenial dan gen Z yang muncak duluan. Aku enjoy jadi sweeper bareng Pak Bahromi.
Walau akhirnya Pak Bahromi nyuruh aku naik aja duluan.
Aku teringat ketika lewat menuju Basecamp Cihunjuran dari tempat
parkir mobil, penduduk lokal ngobrol dengan temannya, “Heran, Jaba cape naik
gunung teh. mayar deui tilu puluh rebu. tapi loba bae nu naek gunung”
He won't understand about hiking_ sweaty, friendship,
serenity, adventure, danse trees, fresh
air, smooth land, luxury view, charity,
helpfull each other, regard each other, loving, laugh out loud (LOL), Summit,
preparing, processing, evaluation, planning, managing, controlling, mindfull,
mindset, caring, heart breaking, sacrifice, illusion, hopelessness_ until He hike twice, wherever. Banyak unsur
lain yang hadir dalam hiking, aku pernah lihat penampakan ketika turun Semeru LOL.
Mungkin kelelahan yang sangat ketika itu. Pada akhirnya kita mensyukuri apa
yang Tuhan beri, berterima kasih kepada orang-orang pilihan-Nya, berterima
kasih pada orang-orang baik di sekitar kita, tetap belajar, berproses, mencari
ilmu yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Ingin masuk surga. Aamin..
Saya di amanahi jadi TG atau
team guide. Awalnya aku kira inisial Namaku, Tedi Gumelar. Makasih Dan Oka,
Maaf bila belum maksimal jadi TG bagi kelompok 5. Cinangka Ranger plus Iyang.
Pak Ehan, Pak Ujang, Pak Syahroni, Rozak, Afzalu dan istri beliau. La haula
walaa quwwata illa billah- aja, diajakin oleh Oka jadi panitia di komunitas
BAC ini. Pendakian pendakian ke Papandayan, Semeru, Slamet, Salak, aku jadi
anggota tim aja. Dan sebetulnya enjoy jadi anggota tim. Tapi Bismillah, belajar
jadi panitia, senang bisa pegang HT, ngasih masukan, ngerecokin. Mudah-mudahan
ada kebaikan.
Saya mendengar Dan Oka dzikir Ma’tsurat ketika bawa Hiace dari meeting point di Serang dan ngebut banget.
Aku mikir dalam hati, semoga selamat. ‘Budal selamat, Mulih selamat’. Tagar komunitas
MAI (Moslem Adventure Indonesia) ketika sumit Gunung Slamet, tapi kurasa
penumpang-penumpang atau para pendaki di Hiace berdzikir semua, dibawa ngebut
gitu sama Dan Oka. Mungkin biar itenary/sunara terkejar.
Secara umum pendakian ini berjalan lancar. Semoga para pendaki Gunung
Pulosari yang tergabung di BAC kali ini puas dengan layanan panitia.
Sampai puncak sinyal di HP
alhamdulillah ada. Ampun, teman kerjaan,
nelpon lagi masalah kerja ketika di pos 2,5 kalau nggak salah. Ketika itu aku
lagi ngopi sama Iyang. Sisi yang lain aku jadi update status WA terus.. “wa
ammaa bini’mati robbika fa haddist”.. .
Hari-hari sebelum naik Gunung Pulosari ini disibukan dengan
pekerjaan seperti biasa, tapi tidak atau belum merasakan kepenatan. Yang
kuingat, aku sakit flu, yang saya pikir, akan membatalkan hiking kali ini. BAB
beberapa kali/diare. Aku sudah pasrah, bila memang nggak jadi berangkat. Aku
akan izin di grup panitia. Pagi jam 01.00 aku terbangun, dan merasa sehat. Aku
pikir, Aku bisa berangkat dengan perbekalan yang minim. Alhamdulillah. Cairan
di hidung hilang ketika naik gunung, diare tersumbat, tergantikan dengan view cantik
di atas Gunung Pulosari.
Gunung Pulosari ini bersahabat, yakin aja itu. Senang. full
with Joy 90%. Tetapi setelah
menulis ini saya merasa 100%. Banyak terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Saya teringat didampingi banyak asma
Allah. Asmaul Husna di trek menuju puncak itu. Banyak penanda arah ke puncak
ditulisi dengan nama-nama Allah yang baik. Saya ingat Al Kabir, Al Mujib, Al
Jalil, Al Hasib. Subhanallah. apresiasi besar kepada pengelola track Basecamp
Cikunjuran. Jadi seperti dzikir terus pas naik itu. Yang saya ingat Kang Asep
dan kawan-kawan tentunya, pengelola, BC Cihunjuran tertata rapi, nyaman seperti
Cafe, ada toilet duduk juga seingatku.
Sampai Pos 3 jalanan landai. Lepas Pos 3, mulai nanjak. Tapi ya itu tadi, ada kesenangan menjadi dasar hiking
kali ini. Jadi, ya senang aja.
Kutipan puisi ‘The Road Not Taken’, yang mungkin nyambung
dengan perjalanan ini. Karya Robert Frost..
I shall be telling
this with a sigh
Somewhere ages and
ages hence:
Two roads diverged
in a wood, and I—
I took the one
less traveled by,
And that has made
all the difference.
11:14 am
www.tedigumelaran.blogspot.com
Fataqobbal minna…
Senin, 30 Juni 2025
Selasa, 13 Mei 2025
Mt Karang; Forgiving Process
First time look at Mt Karang at Sukarena Basecamp, Serang District Banten Provincy, I feel, I see Mt Slamet, higest mountain in Central Java, from Brambangan Basecamp. It was full with difficulty. I feel i will give up in this journey. I am at 45 years old, this year. The track was so fabolous, exactly after second shelter (Pos Sd). But the view was so beautiful. Feel we life above the clouds. It was more difficult than Mt Salak in Bogor.
Alhamdulillah at May 12, 2025, I hike with
Banten Adventure Club. 40 people take place in this activity. Maybe half of them reach the top of this Mt Karang. I got many wisdom as 'hikmah' from this journey. I see Fargob, Ahsan. They are youngest participant in this journey. But they still enjoy the trip. Never think bad condition like me. They make the track as the place to play for them. I can not accept this for the first time, see them in a mountain. It was a difficult way for them to face life. I make many conversation with Fargob's father in the track to top and in the track to down montain. I can feel their condition. From senior cityzen, i get many lesson too. Just enjoy life. Reach just the limit that can be bear. Not try to force to reach the top. Enjoy what can be enjoyed. Feel try to smile life. I got the lesson from the leader. Oka. Accompany me. The last summiter down to basecamp. Full with patience. But still in full spirit with Souratul Haroqah nasyid. Thank for the journey. The adventure. "Hiking Ceria"🤭
After in year 2018 Mt semeru, 2017 Mt Salak, 2015 Mt Slamet, 2014 and 2007 Mt Semeru, I can stand in a mountain again. Feel so great experience. Many Thanks to God almaigthy. Its so hard journey. I think I should fight with my ego. And it was the first thing, I kept in my head, that I should win agains my self. It was not a mountain that should I feet. But my ego should be under my foot. I dont know, whether I win or lost.
The greatest thing that I feel is, I can do pray in the peack of mountain. I forget to pray in my first time in Mt Semeru. I shoud pray subuh at that time. But really, I can't remember God Almighty at that time. I did pray subuh at almost Kalimati near Arcopodo, down to Kalimati Shelter again. I hope, better life take place in my life.
Stll anģer to my father? I dont know. Maybe it can be appear if satan do bad thing. I do not want that satan wrong me. May allah forgive me. Protect us, Forgive us. Garden can be enjoyed in this dunia. Other lesson that i get from the trip; First, Sometimes we should stop to reach next level of us. The existence of shelter (pos). Secondly, Please just relax our mind. Relax our body, to the next level. Third one, Dèep thing in life is we win agains our self.
Tirta Nada. May 13, 2025. At 2.44 pm. Finish the writing. Www.tedigumelaran.blogspot.com
Minggu, 20 April 2025
Sholat Menampung Rasa
Rabu, 26 Februari 2025
mungkin Masjid Al-Ukhuwah akan ngomong kaya gini :) :
Makasih yaa,
Udah sapuin sampah sampah dihalaman
Udah lap kaca jendela
Udah sikat, pel lantai masjid
Udah siram dinding
Udah pasang speker
Udah gosok lantai toilet
Udah pasang lampu
Udah pasang kanopi
Udah bawa makanan dan minuman
Udah londri mukena
Udah beli karpet baru
Udah kasih wangi wangian
Udah cuci terpal
Udah sapu lantai
Udah perbaiki kapstok
Udah sedot debu di karpet
Udah kuras toren
Udah pasang konblok
Udah perbaiki kipas angin
Udah jemur keset
Udah cabut rumput
Udah perbaiki sound system
Udah pasang kipas angin baru
Udah perbaiki kran air
Udah perbaiki lampu wc
Udah bersihin gudang
Udah pasang fiber
Udah sanctify My House
Udah berbuat banyak hal baik untuk masjid
Fataqobbal minnaa
Terimalah ibadah kami
Shollu alannabii
Allahumma sholli wa sallim wa baarik alaih
Www.tedigumelaran.blogspot.com
Selasa, 04 Februari 2025
Kekejaman di Luar Nalar: Tragedi di Palestina
Pendahuluan
Rabu, 29 Januari 2025
Langkah, Rindu dan Perjalanan yang Tak Usai
Gunung selalu punya cara untuk memanggil kembali
orang-orang yang pernah mendakinya. Entah kenapa, belakangan ini aku begitu
ingin bertemu kembali dengan teman-teman pendakian Semeru tahun 2014. Mungkin
ada sesuatu yang membuat perasaan ini muncul.
Aku masih ingat betapa serunya perjalanan itu.
Teman-teman yang saling membersamai dalam satu tujuan, saling menyemangati,
saling melindungi, dan tentu saja, saling bercanda. Itulah yang membuat
perjalanan mendaki gunung tidak hanya sekadar mencapai puncak, tapi lebih
kepada menikmati prosesnya bersama orang-orang yang sefrekuensi. Hobi ini
memang seperti candu, tidak akan pernah ada habisnya. Aku masih menyimpan
tenda, sleeping bag, dan perlengkapan lainnya. Gunung masih tetap ada di
tempatnya, tetapi kenangan mendaki bersama mereka, itu yang tidak akan pernah
hilang.
Aku pernah bertemu lagi dengan Cak Dany pada
tahun 2018 saat kami berpapasan di jalur pendakian Semeru. Waktu itu, meskipun
hanya sebentar, perasaan nostalgia langsung menyeruak. Rasanya seperti kembali
ke tahun 2014, ketika kami pertama kali mendaki bersama.
Beberapa waktu lalu, aku begitu ingin bertemu
mereka lagi. Mungkin karena rindu suasana kebersamaan itu. Kebetulan, Pak Dewan
memposting foto di grup alumni Semeru 2014 bahwa mereka sedang dalam perjalanan
ke Jakarta untuk menghadiri Mubes ODOJ 3. Saat itu aku baru saja membuka
jahitan pascaoperasi pada hari Sabtu, dan sempat merasa khawatir jika luka ini
bermasalah. Namun, keinginan untuk bertemu mereka lebih besar. Kamal merespons
ajakan di grup dan mengajak untuk ngopi di Elits Café Gambir, sebuah kafe milik
warga Gaza di Indonesia. Pak Kunt juga merespons dan ingin bertemu dengan Cak
Dany dan Pak Dewan. Akhirnya, kami sepakati untuk bertemu di sana.
Kamal tidak bisa jadi bertemu di kafe, akhirnya
kami bertemu di sekretariat ODOJ di Pasar Minggu. Alhamdulillah, akhirnya aku
bisa bertemu mereka. Pertemuan itu penuh canda tawa, obrolan panjang, dan
nostalgia yang menghangatkan hati
Ini adalah kali kedua aku ke sekretariat ODOJ.
Bertemu dengan banyak teman-teman ODOJ dari berbagai daerah, termasuk dari DPA
Jateng dan DPA Ciamis, membuat suasana semakin akrab. Aku merasa senang bisa
berada di tengah komunitas ini lagi.
Sekitar pukul 17.00, Cak Dany dan Pak Dewan pamit
untuk kembali ke Surabaya. Aku pun kembali ke Serang, naik KRL lalu menyambung
dengan kereta lokal Rangkas-Merak. Dalam perjalanan pulang, aku masih terbawa
euforia pertemuan tadi. Rasanya seperti kembali ke masa-masa pendakian, saat
kami saling membantu, bercanda, dan menikmati setiap langkah perjalanan.
Rasanya ingin mendaki Semeru lagi. Entah bersama
siapa kali ini. Cak Ipang, Dokter Irsyad, Sujay, Alfian, Rodi, dan lainnya?
Tapi kini, batas pendakian hanya sampai Ranu Kumbolo. Mahameru belum bisa
didaki lagi. Lalu, apa sebenarnya yang dicari dari mendaki gunung? Di puncaknya
hanya ada hamparan pasir. Capek? Jelas. Keluar uang? Iya. Letih? Pasti. Lalu,
kenapa tetap ingin naik gunung?
Mungkin karena perjalanan itulah yang kita
rindukan. Kebersamaan dengan teman-teman pendakian. Momen ketika kita saling
menjaga, saling menguatkan, dan berbagi tawa di tengah dinginnya alam. Mungkin
itulah pelajaran terbesar dari mendaki gunung: bahwa dalam hidup, kita harus
saling membantu dan menolong.
Lalu, apa selanjutnya? Ya, jalani saja dengan
sabar. Banyak hal dalam hidup yang tidak kita mengerti. Syukuri apa yang ada,
karena hidup adalah anugerah. Ketika ada kesulitan, bersabarlah. Terima kasih
Tuhan, untuk perjalanan ini dan untuk teman-teman yang selalu ada.
Sabtu, 25 Januari 2025
Pengalaman di RS Jannah Serang
Pengalamanku di RS Jannah ini benar-benar meninggalkan kesan mendalam. Aku
baru saja menjalani operasi untuk mengangkat tumor di dada. Operasi ini
dilakukan oleh dr. Nano dan timnya. Hari ini, Sabtu, 25 Januari 2025, adalah
momen di mana jahitan operasiku dibuka langsung oleh dr. Nano Isdiyanto, Sp.B. Alhamdulillah,
semuanya berjalan lancar. Aku hanya bisa berdoa semoga kesehatanku selalu
terjaga. Aamiin.
Momen ini mengingatkan aku pada dua minggu lalu, saat operasi pertama kali
dilakukan. Mamah yang setia mengantarku waktu itu. Saat itu, Idho, anakku, baru
saja selesai sunat. Syukurlah, dia cepat pulih. Tapi, meninggalkan Hassan dan
Maryam bukan pilihan yang mudah. Semua anak membutuhkan perhatian, aku dan
istri harus saling membantu.
RS Jannah ini terbilang baru, usianya baru sekitar satu tahun. Tapi aku
merasa tempat ini akan berkembang pesat. Kebersihan dan kerapian rumah sakit
ini menciptakan suasana yang nyaman. Para dokternya aktif menjelaskan kondisi
pasien dengan sangat detail. Aku merasa sangat dihargai sebagai pasien.
Namun, momen paling berkesan adalah saat aku memasuki ruang operasi. Itu
pertama kalinya aku masuk ruang operasi. Ada perasaan pasrah luar biasa. Aku
tahu aku akan dibius total, dan pikiranku mulai memikirkan hal-hal yang aneh.
"Apakah aku akan hidup kembali?" "Bagaimana jika aku tidak
bangun?" Pikiran-pikiran seperti itu terus berputar di kepala.
Mamah setia menemaniku. Dia mengantar sampai ke pintu ruang operasi,
menungguku di luar, dan tetap berada di sana sampai aku sadar sepenuhnya. Aku
melihat bagaimana mamah menyeka wajahku dengan lembut, seperti saat aku masih
kecil. Perhatian dan kasih sayangnya benar-benar tak tergantikan. Aku merasa
seperti bayi lagi, disuapi, dirawat, bahkan ditemani saat aku belum bisa
bergerak dengan bebas. Terima kasih banyak, Mamah. Semua ini tidak akan pernah
cukup untuk membalas jasamu.
Di ruang operasi, ada sekitar lima orang yang aku lihat, meski aku tidak
menghitungnya dengan pasti. Suasana dibuat santai. Mereka bercanda, mungkin
untuk mengurangi ketegangan. Salah satu dari mereka bertanya, "Puasa ya,
Pak? Senin Kamis?" Aku tersenyum kecil meski tetap tegang. Aku memang
sudah berpuasa hampir tujuh jam sebelum operasi. Mereka memintaku naik ke
tempat tidur operasi dan menggeser sedikit posisiku ke atas. Setelah itu,
mereka mulai memasang alat di jari-jari tanganku.
Dokter anestesi mendekat dan dengan lembut berkata, "Baca Al-Fatihah,
Pak, Ayat Kursi, dan sholawat." Kata-katanya itu menenangkan sekali. Aku
memegang perut dan berdoa dalam hati. Setelah itu, aku tidak ingat apa-apa
lagi. Ketika sadar, aku sudah berada di kamar perawatan.
Aku sangat ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter anestesi itu.
Kata-katanya yang mengingatkanku untuk berzikir sebelum "tidur
panjang" sangat berarti bagiku. Aku tidak tahu siapa namanya, tapi aku
ingin dia tahu betapa aku bersyukur atas itu. Mengingat Allah sebelum operasi
adalah pengalaman yang begitu menenangkan dan membekas di hati. Aku jadi
merenung, bagaimana akhir hidupku kelak? Jika bisa seperti itu, berzikir
sebelum pergi, tentu sangat indah. Semoga kita semua diberikan kebiasaan baik
selama hidup agar akhir hayat kita pun baik. Aamiin.
Aku juga tidak lupa berterima kasih kepada istriku yang luar biasa. Dia
merawat lukaku dengan penuh kasih sayang, mengganti perban, memberiku makan,
mencucikan bajuku, dan melakukan semuanya dengan sabar. Tidak ada yang bisa
menandingi kebaikannya. Aku benar-benar bersyukur memiliki dia di hidupku.
Aku dirawat di ruang VIP rumah sakit ini. Sebenarnya, sesuai BPJS, aku
seharusnya dirawat di kelas 1. Tapi karena kelas 1 penuh, aku ditempatkan di
ruang VIP. Alhamdulillah, ruangan ini nyaman, dengan fasilitas seperti TV dan
kulkas. Rasanya seperti berada di rumah sendiri.
Di sini, aku juga bertemu dengan seorang pasien bernama Pak Asep Mulyana.
Beliau sempat menjengukku setelah operasiku selesai. Kami mengobrol panjang
lebar, dan beliau memberikan banyak nasihat baik. Terima kasih, Pak Asep, atas
kebaikan dan perhatiannya.
Tidak lupa, aku juga ingin mengucapkan terima kasih kepada para perawat di
ruang 203 VIP RS Jannah, terutama dr. Hodijah dan dr. Y. Hidayati di klinik
jannah 2, serta para pegawai lainnya seperti petugas administrasi, cleaning
service, satpam, dan tukang parkir. Semua bekerja dengan penuh dedikasi dan
membuatku merasa nyaman selama di sini.
Pengalaman ini mengajarkanku banyak hal. Tentang bersyukur, tentang
pentingnya keluarga, dan tentang ketenangan yang datang dari zikir. Terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantuku melalui proses ini. Semoga Allah
membalas kebaikan kalian semua. Aamiin.
www.tedigumelaran.blogspot.com